Jumat, 14 Juni 2013

Memeluk Hujan

Standard

“Maaf” itu yang bisa aku katakan di pertemuan singkat kita sore itu.. Bisu dari keheningan sore,,, aku pergi tandasku lagi… aku mencoba melupakan semua dan pergi jauh untuk memastikan bahwa ini hanya perasaan yang kubuat sendiri. Pasti ini perasaan yang kubuat sendiri, tegasku meninggalkan semuanya… dan ada serpihan hujan sore itu. Gumamku semakin meyakinkan aku untuk cepat-cepat pergi.
Jum’at, hari istimewa,,, ini hujan pertama yang aku rasakan di Ibukota. tak sedamai hujan yang aku rasakan saat memeluknya di kaki gunung semeru. Masihkah sama dengan yang aku peluk dulu? Masih sama, kataku pelan dan merasakan sedikit rasa sakit…
Apa pedulimu? ya aku tau ini konyol… ini perasaan yang kubuat sendiri dan aku rasakan sendiri, dan merasakan sakitnya sendiri… haaarghh sungguh terlalu, aku buat sendiri dan aku merasakan sakitnya sendiri…bukankah itu perbuatan yang sia-sia..benar-benar ini sangat konyol dan sia-sia. (aku tertawa sejenak dan kembali diam),,,
Dan untuk pertama kalinya aku menangisi dirku sendiri,,, bodoh kataku!!!
“Rabbana Dzolamna anfusana wa illamtakhfirlana watarhamna lanakunanna minal khosirin”
Doa ini tak bisa menghentikan tangisku di subuh itu….
Selalu berulang-ulang dan ini tak bisa kusudahi…
Bisakah aku memeluk hujan lagi,,, kataku pedih subuh itu,
Ku jawab sendiri “sudahlah, tinggalkan saja…
Bolehkah aku menunggu kataku lagi pada diriku,,
Jawabku “jangan mengulang perbuatan yang sia-sia lagi”
Menangis, berdoa,,, dan ini tak bisa ku hentikan,,,

Jakarta Hujan,
21 April 2013

0 comments:

Posting Komentar